· Maritim merujuk kepada kata maritime yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti navigasi atau maritim.
·
Pemahaman
maritim yaitu segala aktifitas pelayaran dan perniagaan yang berhubungan dengan
kelautan atau biasa disebut dengan pelayaran niaga.
·
Berdasarkan
terminologi maritim berarti ruang/wilayah permukaan laut yang terdapat kegiatan
seperti pelayaran, lalu lintas, jasa-jasa kelautan, dan lain sebagainya.
Kemaritiman menjadi sangat penting
bagi kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan
bangsa Indonesia. Sebagaimana diketahui, dua periga atau 63% wilayah Indonesia
adalah laut, dengan panjang 81.000 Km. Laut merupakan potensisumber daya
maritim yang sangat kaya.
Sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8
juta km² yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,1 juta km² dan wilayah
ZEEI 2,7 juta km², mempunyai 17.480 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang
95.181 km. Dengan potensi yang sedemikian besar, secara otomatis terkandung
keanekaragaman sumberdaya alam laut baik hayati maupun non hayati menjadikan
sektor kelautan sebagai penunjang perekonomian penting bagi Indonesia.
Dahulu
kita telah mengenal beberapa sektor ekonomi kelautan secara tradisional antara
lain penangkapan ikan, pelayaran rakyat, industri pengolahan hasil laut dan
wisata bahari. Belakangan ini telah berkembang industri baru yang berbasis
eksploitasi sumber daya kelautan yakni produksi gas alam dan petroleum,
budidaya kelautan, perikanan tangkap, dan pariwisata kelautan.
Hadirnya
era globalisasi yang memperluas jaringan perdagangan baik nasional maupun internasional
menjadikan sektor maritim Indonesia semakin terbuka lebar untuk dimanfaatkan
bagi peningkatan perekonomian masyarakat antara lain melalui sektor perkapalan
dan jasa pelabuhan sehingga dapat menciptakan kesejaheraan bagi masyarakat
Indonesia secara keseluruhan sesuai dengan amanat yang tercantum pada Pembukaan
UUD 1945.
Perkembangan
kehidupan masyarakat dulunya berawal aktifitas umum masyarakat yang tinggal di
pesisir pantai untuk mempertahankan hidup dengan mencari ikan, kura-kura, atau
penyu untuk dimakan. Seiring berkembangnya waktu, kegiatan itu menjadi sumber
perekonomian mereka.
Berbeda dengan bangsa lain yang kerap menyebut wilayah
negaranya sebagai motherland atau fatherland, Bangsa Indonesia
menyebut wilayahnya sebagai tanah air. Secara harfiah, maka Indonesia terdiri
atas tanah dan air. Tanpa air, bumi Indonesia tidak akan dapat disebut tanah
air, pun sebaliknya.
Terdiri dari 80% air tidak otomatis membuat Indonesia
menyandang sebutan negara maritim. Karena negara maritim adalah negara yang
banyak mengalokasikan pengeluarannya pada kekuatan laut. Kekuatan laut bukan
berarti angkatan laut saja, tetapi mencakup juga ekonomi dan infrastruktur yang
berkaitan dengan laut (Falconer, 2011: 260). Memahami pengertian ini dan
melihat kenyataan yang ada, Indonesia nampaknya belum bisa dikategorikan negara
maritim, malah Indonesia cenderung dikategorikan sebagai negara yang
berorientasi daratan (land-oriented/continental-oriented.
Selain itu, sudah
menjadi tanggung jawab Indonesia sebagai negara kepulauan untuk menjaga
keamanan dan menjamin kelancaran navigasi di Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI). Untuk menyelenggarakan hal tersebut, dibutuhkan kekuatan Angkatan Laut
yang mumpuni; baik dari segi sumber daya manusia, maupun alutsista yang canggih.
Sebenarnya, Indonesia sudah berorientasi maritim sejak era
pra-kolonial. Namun pada era kolonial, Indonesia bergeser kepada continental-oriented.
Kebiasaan ini berpengaruh hingga tingkat pemerintah, dimana kebijakan-kebijakan
lebih sering berfokus kepada continental-oriented. Maritime power
(kekuatan maritim) mendapatkan porsi perhatian yang lebih sedikit. Hal ini
tidak sesuai dengan geografis dan ekologis Indonesia.
Indonesia dikenal dengan negara
Maritim dan yang dimaksud dengan negara Maritim adalah Negara yang daerah
teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial daratnya dengan kata
lain Negara Maritim adalah negara yang menyandang predikat Negara Kepulauan.
Kenapa Indonesia disebut sebagai negara maritim hal ini dikarenakan Negara
Indonesia merupakan negara Kepualauan dan 2/3 wilayah Indonesia merupakan
lautan dan 1/3 -nya merupakan daerah daratan.
Konsekuwensi menyandang predikat
sebagai negara maritim adalah Indonesia harus mengembangkan aktifitas
pelayarannya, hal ini karena salah satu penunjang perekonomian Indonesia adalah
sektor pelayaran, ini juga didukung oleh letak strategis Negara Indonesia yang
berada di daerah persilangan dunia yang juga membuat indonesia memiliki potensi
yang sangat besar dalam mengembangkan laut.
Dalam mengolah dan membangun
sumberdaya maritim tersebut diperlukan adanya kearifan lokal.Kata kearifan
berasal dari kata arif yang berarti bijaksana, cerdik, pandai, berilmu, paham,
serta mengerti.Kata kearifan juga berarti kebijaksanaan,
kecendekiaan.Berdasarkan pengertian tersebut, di sini kearifan lokal diartikan
sebagai kebijaksanaan atau pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dalam
rangka mengelola lingkungan, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku hasil
adaptasi mereka terhadap lingkungan, yang implikasinya adalah kelestarian dan
kelangsungan lingkungan untuk jangka panjang.
Dalam kearifan lokal terkandung pula
kebudayaan lokal, hal ini menyebabkan pembangunan pada daerah-daerah tidak
boleh menghilangkan unsur budaya dari daerah tersebut. Seharusnya pembangunan
di suatu daerah harus melihat terlebih dahulu kondisi sosial-budayanya,
sehingga dapat mengolah sumber daya dengan baik tanpa merugikan penduduk yang
pada akhirnya akan memajukan perekonomian daerah dan nasional.
Indonesia seperti yang telah
dijelaskan merupakan negara kemaritiman, dimana kondisi Indonesia yang lebih
banyak daerah perairan dari pada daerah daratan. Kondisi inilah yang membentuk
budaya indonesia menjadi budaya yang lebih merujuk pada budaya kemaritiman,
yang masyarakat lebih banyak berprofesi sebagai nelayan pada daerah pesisir.
Budaya Indonesia sebagai budaya
kemaritiman, maka pembangunan yang dilaksanakan di indonesia haruslah
berparadigma kemaritiman, dimana maritim menjadi pusat pembangunan bangsa. Hal
ini dapat diwujudkan melalui pembangunan berkelanjutan kemaritiman yang dirancang
oleh pemerintahan seperti; penangkapan ikan alami; pelestarian daerah pesisir,
pengolahan energi alam di bawah laut menggunakan AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan), dan penangkaran/ pelestarian biota laut yang dianggap
punah, dan membangun pariwisata bahari.
Namun pada kenyataannya banyak
penelitian yang mengungkapkan perilaku penangkapan ikan pada zaman modern lebih
senang menangkap ikan menggunakan peralatan yang dapat menyebabkan kerusakan
pada kelestarian biota laut, seperti contohnya Bom yang digunakan oleh para
nelayan memiliki efek destruktif pada kehidupan bawah laut, hal ini disebabkan
bom tersebut mengandung zat kimia yang dapat melumpuhkan biota-biota laut.
Keadaan dan Masalah Maritim Indonesia
Indonesia
adalah satu bangsa merdeka yang pada tahun 1945 telah berlangsung 69
tahun.Kenyataan itu semua menolak segala kesangsian, baik yang bersifat ilmiah
maupun politik, bahwa Indonesia hanya mungkin ada karena dan kalau dijajah.
Dalam 69 tahun bangsa Indonesia berhasil mengatasi segala usaha pihak lain yang
hendak merontohkan Indonesia, dari luar maupun dari dalam. Bangsa Indonesia pun
berhasil memperoleh pengakuan eksistensinya dari semua bangsa di dunia,
termasuk dari bekas penjajahnya. Selain itu bangsa Indonesia berhasil memperoleh
pengakuan bahwa wilayah Republik Indonesia yang meliputi Kepulauan Nusantara
merupakan satu kesatuan geografi.Dunia internasional mengakui eksistensi satu
Benua Maritim Indonesia.
Maka untuk
menjamin agar kesatuan Indonesia selalu terpelihara, bangsa Indonesia
melahirkan Wawasan Nusantara.Pandangan itu adalah satu konsepsi geopolitik dan
geostrategi yang menyatakan bahwa Kepulauan Nusantara yang meliputi seluruh
wilayah daratan, lautan dan ruang angkasa di atasnya beserta seluruh
penduduknya adalah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan-keamanan.Agar bangsa Indonesia mencapai tujuan perjuangannya, yaitu
terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila,
Wawasan Nusantara harus diaktualisasikan dan tidak tinggal sebagai semboyan
atau potensi belaka.
Untuk memperoleh aktualisasi
Wawasan Nusantara ada tiga kendala utama, yaitu :
1.
Indonesia belum menjalankan manajemen nasional yang
memungkinkan perkembangan seluruh bagian dari Benua Maritim itu. Meskipun pada
tahun 1945 para Pendiri Negara telah mewanti-wanti agar Republik Indonesia
sebagai negara kesatuan memberikan otonomi luas kepada daerah agar dapat
berkembang sesuai dengan sifatnya, namun dalam kenyataan selama 69 tahun
merdeka Indonesia menjalankan pemerintahan sentralisme yang ketat. Akibatnya
adalah bahwa pulau Jawa dan lebih-lebih lagi Jakarta sebagai pusat pemerintahan
Indonesia, mengalami kemajuan jauh lebih banyak dan pesat ketimbang bagian lain
Indonesia, khususnya Kawasan Timur Indonesia. Kalau sikap demikian tidak segera
berubah maka tidak mustahil kerawanan nasional seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya, dapat menjadi kenyataan yang menyedihkan. Rakyat yang tinggal di
luar Jawa kurang berkembang maju dan merasa tidak puas dengan statusnya. Apalagi
melihat kondisi dunia yang sedang bergulat dalam persaingan ekonomi dan
menggunakan segala cara untuk unggul dan memenangkan persaingan itu.
2.
meskipun segala perairan yang ada di Benua Maritim
Indonesia merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia,
namun dalam kenyataan mayoritas bangsa Indonesia lebih berorientasi kepada
daratan saja dan kurang dekat kepada lautan. Itu dapat dilihat pada rakyat di
pulau Jawa yang merupakan lebih dari 70 persen penduduk Indonesia. Tidak ada
titik di pulau Jawa yang melebihi 100 kilometer dari lautan. Dalam zaman dulu
sampai masa kerajaan Majapahit dan Demak mayoritas rakyat Jawa adalah pelaut.
Akan tetapi sejak sirnanya kerajaan Majapahit dan Demak rakyat Jawa telah
menjadi manusia daratan belaka yang mengabaikan lautan yang ada di sekitar
pulaunya. Titik berat kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada perimbangan
sebagai pelaut. Juga dalam konsumsi makanannya ikan dan hasil laut lainnya
tidak mempunyai peran penting. Gambaran rakyat Jawa itu juga terlihat pada
keseluruhan rakyat Indonesia, yaitu orientasi ke daratan jauh lebih besar
ketimbang ke lautan. Untung sekali masih ada perkecualian, yaitu rakyat Bugis,
Buton dan Madura dan beberapa yang lain, yang dapat memberikan perhatian sama
besar kepada daratan dan lautan. Menghasilkan tidak saja petani tetapi juga
pelaut yang tangguh. Gambaran keadaan umum rakyat Indonesia amat bertentangan
dengan kenyataan bahwa luas daratan nasional adalah sekitar 1,9 juta kilometer
persegi, sedangkan wilayah perairan adalah sekitar 3 juta kilometer persegi.
Apalagi kalau ditambah dengan zone ekonomi eksklusif yang masuk wewenang
Indonesia. Selama pandangan mayoritas rakyat Indonesia terhadap lautan belum
berubah, bagian amat besar dari potensi nasional tidak terjamah dan karena itu
kurang sekali berperan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Malahan yang
lebih banyak memanfaatkan adalah bangsa lain yang memasuki wilayah lautan
Indonesia untuk mengambil kekayaannya.
3.
kurangnya pemanfaatan ruang angkasa di atas wilayah
Nusantara untuk kepentingan nasional, khususnya pemantapan kebudayaan nasional.
Mayoritas rakyat Indonesia belum cukup menyadari perubahan besar yang terjadi
dalam umat manusia sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perubahan besar itu terutama menyangkut teknologi angkutan dan komunikasi.
Khususnya komunikasi elektronika sekarang memungkinkan manusia berhubungan
dengan cepat dan tepat melalui telpon, televisi, komputer yang menghasilkan
E-Mail dan Internet. Letak kepulauan Nusantara sepanjang khatulistiwa amat
menguntungkan untuk penempatan satelit yang memungkinkan komunikasi yang makin
canggih dengan memanfaatkan ruang angkasa yang terbentang di atas wilayah
Nusantara.. Ini sangat penting untuk pembangunan dan pemantapan kebudayaan
nasional, khususnya melalui televisi. Namun untuk itu diperlukan biaya yang
memadai.
Pembangunan maritim Indonesia
harus menggali potensi maritim untuk membulatkan akselerasi Pembangunan
Nasional yang diselenggarakan.Kenyataannya selama ini potensi maritim belum mendapatkan
prioritas penanganan secara proporsional sehingga berbagai kendala tak pernah
dapat diatasi secara tuntas, terutama menyangkut upaya memelihara langkah dan
keterpaduan pembangunan.Pembangunan maritim memerlukan sistem pengelolaan
terpadu wilayah pesisir dan lautan. Dalam pengelolaan ini berbagai masalah akan
muncul, berbagai konflik akan terjadi yang disebabkan oleh adanya degradasi
mutu dan fungsi lingkungan hidup yang antara lain disebabkan karena musnahnya
hutan bakau, rusaknya terumbu karang, abrasi pantai, intrusi air lautm
pencemaran lingkungan pesisir dan laut serta perubahan iklim global. Berbagai
masalah berakar dari:
1. Masing
–
masing pelaku pembangunan dalam menyusun perencanaan sangat terikat pada
sektornya sendiri tanpa adanya sistem koordinasi baku lintas sektor.
2. Belum
adanya lembaga yang berwenang penuh baik di pusat maupun di daerah yang
mempunyai wewenang penentu dalam pembangunan maritim secara utuh
3. Belum
lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan pengelolaan
sumberdaya maritim.
4. Belum
lengkapnya tataruang yang mencakup wilayah pesisir dan laut nasional yang dapat
dijadikan sebagai induk perencanaan bagi daerah.
Untuk dapat menjamin efektifitas
pembangunan maritim, berbagai masalah tersebut harus dapat diatasi secara
tuntas, paling tidak yang terkait dengan:
a. Penataaan
peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan pembangunan maritim yang
bersifat lintas sektoral
b. Pembentukan wadah untuk penyusunan dan penerapan
mekanisme perencanaan dan pengawasan terpadu, pengelolaan yang dikoordinasikan
serta pengendalian yang sinkron
c. Penciptaan
dan peningkatan sumberdaya maritim handal dan profesional.
d. Penataan
peraturan perundang- undangan disertai upaya penegakan peraturan hukum yang
konsisten
e. Penetapan
tata ruang maritim disertai pola pengelolaan, pemanfaatan dan pendaya
gunaannya.
f. Sistem
pengumpulan dan pengelolaan informasi maritim yang dapat diakses secara luas.
g. Memperbesar
kemampuan pengadaan sumber dana yang dapat diserap dalam upaya pembangunan
maritim dengan kemudahannya
h. Pembentukan
wadah untuk menyuburkan upaya penelitian dan pengembangan maritim untuk dapat
mempermudah penera
Kondisi Sosial Ekonomi Dan Budaya
Masyarakat Pesisir
Besarnya
potensi kelautan tersebut ternyata tidak diikuti oleh kesejahteraan masyarakat
nelayan.Hal ini terlihat dimana kondisi sosial ekonomi nelayan kita sangat jauh
berbeda dengan potensi sumberdaya alamnya. Hal ini dibuktikan dengan masih
rendahnya sumbangan sektor kelautan selama Pelita VI terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) Nasional yaitu 12,1% dengan laju pertumbuhan 3,8% jauh di bawah
laju pertumbuhan rata-rata seluruh sektor sebesar 7,4% (Waspada, 18 Maret 2000).
Nelayan adalah
suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat
menarik untuk didiskusikan.Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu
muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi
penguasa baik secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan yang selalu menjadi “trade mark” bagi nelayan
dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi
pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan
sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap
intervensi pemodal, dan penguasa yang datang.
Hasil
penelitian Mubyarto dkk (1984) menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di daerah
Jepara sebagian berasal dari golongan sedang, miskin, dan miskin sekali. Data
dari Kantor Statistik Propinsi Sumatera Utara juga menunjukkan bahwa hampir 50%
penduduk Desa Pantai Sumatera Utara
berpendapatan 25 – 149 ribu rupiah perbulan (BPS, 1989). Rata-rata
pendapatan perkapita nelayan tersebut tidak lebih 15 ribu/bulan.Padahal
pendapatan perkapita penduduk Sumatera Utara rata-rata 37.267 rupiah/ bulan
(BPS, 1989).Beberapa tulisan mengenai nelayan yang menggambarkan tentang
kemiskinan/ kondisi ekonomi nelayan seperti berikut ini.Tulisan Mubyarto (1984)
misalnya, menganalisis perekonomian masyarakat nelayan miskin di Jepara.Menurut
Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan
struktur yaitu nelayan terbagi atas kelompok kaya dan kaya sekali di satu
pihak, miskin dan miskin sekali di satu pihak.Penelitian ini menunjukkan adanya
dominasi/eksploitasi dari nelayan kaya terhadap nelayan miskin. Hampir sama dengan penelitian di atas selanjutnya
Mubyarto dan Sutrisno (1988) juga melihat kemiskinan nelayan di Kepulauan Riau.
Menurut
Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan
struktur, yaitu nelayan kaya/penguasa yang menekan nelayan miskin. Hampir sama
dengan asumsi yang dibangun oleh Mubyarto tentang pengaruh struktur, Resusun
(1985) juga menemukan data bahwa nelayan di Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai,
Sulawesi Selatan, ada satu kelompok nelayan yang hidupnya tidak berkecukupan,
yaitu nelayan yang tidak punya modal (nelayan kecil), dan mereka selalu
diekspoitasi oleh nelayan yang punya modal (punggawa) dan pedagang (pa’bilolo)
yaitu sawi bagang atau Pa’bagang atau pembantu utama punggawa dalam menangani
kegiatan operasi penangkapan ikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Resusun di atas juga menunjukkan adanya
struktur hubungan sosial yang khas pada masyarakat nelayan.Hubungan itu adalah
adanya ketidak seimbangan antara yang mempunyai modal usaha dan para
pekerjanya. Hubungan itu adalah
antara punggawasawi/pa’bagang yang bersifat timbal balik (reprocity).
Walaupun sawi perlu sang punggawa
sebagai sumber lapangan kerja, punggawa juga memerlukan tenaga sawi. Seorang punggawa akan berusaha supaya sawi yang dipercayai menetap diusahanya.
Akibatnya terjadi hubungan yang selalu merugikan sawi. Karena seringkali kerelaan punggawa untuk meminjamkan uang kepada sawi berdasarkan motivasi agar sawi tetap berada di lingkaran setan. Hutang
yang tidak bisa dilunasi seringkali harus dibalas dengan jasa yang sangat
berlebihan.
Meningkatkan Kualitas Sosial
Budaya Maritim Di Indonesia
Untuk membangun sosial budaya maritim yang ideal, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu strategi dan upaya-upaya yang
diarahkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah:
1.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan pokok
yang dilaksanakan antara lain: Sinkronisasi kebijakan dan pelaksanaan
upaya-upaya penanggulangan kemiskinan; Penyerasian penanganan masalah-masalah
strategis yang menyangkut kesejahteraan rakyat, antara lain pengungsi dan
korban bencana alam dan konflik sosial; dan Penyelarasan kebijakan bidang
kesehatan, bidang lingkungan hidup, pemberdayaan perempuan, pendidikan, budaya,
pemuda, olah raga, aparatur negara, pariwisata dan agama.
2.
Meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga pelayanan
sosial melalui Penyusunan kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS); Peningkatan kualitas pelayanan,
sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi PMKS,Peningkatan
pembinaanpelayanan dan perlindungan sosial dan hukum bagi anak terlantar,
lanjut usia, penyandang cacat, dan tuna sosial; dan Penyelenggaraan pelatihan
keterampilan dan praktek belajar kerja bagi PMKS; Peningkatan penyuluhan
kesejahteraan sosial, khususnya di daerah kumuh, perbatasan, terpencil, rawan
konflik, rawan bencana, dan gugus pulau; Peningkatan kualitas dan kuantitas
penyuluhan sosial melalui media massa cetak dan elektronik; dan Peningkatan
kualitas penyuluhan kesejahteraan sosial melalui pelatihan teknik komunikasi
3.
Meningkatkan kemampuan dalam mengelola keragaman
budaya untuk menciptakan keserasian hubungan antar unit sosial dan antarbudaya
dalam rangka menurunkan ketegangan dan ancaman konflik sekaligus memperkuat
NKRI, yang dilakukan melaui kegiatan pokok antara lain: Pelaksanaan dialog antarbudaya
yang terbuka dan demokratis; Pengembangan pendidikan multikultural untuk
meningkatkan toleransi dalam masyarakat; Pengembangan berbagai wujud ikatan
kebangsaan antara lain melalui pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan
akses transportasi dan komunikasi lintas daerah dan lintas budaya; Pelestarian
dan pengembangan ruang publik untuk memperkuat modal sosial; danPeningkatan
penegakan hukum untuk menciptakan rasa keadilan antarunit budaya dan antarunit
sosial.
4.
Mengembangkan nilai-nilai budaya yang bertujuan untuk
memperkuat jati diri bangsa (identitas nasional) dan memantapkan budaya
nasional yang diharapkan dapat memperkokoh ketahanan budaya nasional sehingga
mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif. Kegiatan yang
dilakukan antara lain : Mengaktualisasikan nilai moral dan agama,
merevitalisasi dan mereaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur termasuk di
dalamnya pengembangan budaya maritim, dan transformasi budaya melalui adopsi
dan adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkokoh
khasanah budaya bangsa, seperti: orientasi pada peningkatan kinerja, budaya
kritis, akuntabilitas dan penerapan iptek.
Pengelolaan Sumber Daya Laut
Merujuk pada Kebudayaan Masyarakat Maritim
Mata pencaharian penduduk yang berlokasi di kawasan
pantai biasanya tidak seluruhnya merupakan nelayan.Sebagian lagi masih memiliki
keterkaitan dengan nelayan, sedangkan sebagian lagi berbeda dengan profesi
nelayan.Kombinasi anatar kegiatan kenelayanan dan kegiatan non kenelayanan dalam
rumah tangga identik dikenal dengan kegiatan multiple emplyoment/
pluri-activity.
Menurut Fuller dan Brun (1990:149) multiple employment
atau pluri-activity bisa dijabarkan sebagai berbagai kegiatan dalam suatu rumah
tangga nelayan yang mendukung penambahan penghasilan dari usaha kenelayanan.
Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi :
1) Pekerjaan
yang masih pada bidang kenelayanan, misalnya sebagai anak buah perahu orang
lain;
2) Kegiatan-kegiatan
yang masih terkait dengan hasil kenelayanan seperti pemindangan ikan, pembuatan
ikan asin dan ikan asap dan lainlain;
3) Kegiatan-kegiatan
lain yang non-kenelayanan tetapi masih terkait dengan kenelayanan misalnya
mengantar turis dengan perahunya, warung makanan, toko kelontong;
4) Kegiatan-kegiatan
yang sama sekali di luar kegiatan kenelayanan seperti buruh bangunan, guru dan
lain-lain.
Oleh karena perjalanan historis yang telah diceritakan
di atas yang menyebabkan budaya mereka cenderung bukan budaya maritim, penduduk
setempat tidak begitu kaya pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan laut,
hanya menggunakan teknologi yang sederhana dan terbatas aktivitas-aktivitas
yang berkaitan dengan laut.Apalagi menjadi prinsip umum di kalangan masyarakat
di propinsi ini bahwa laut bersifat open access.Laut tidak dimiliki oleh
mereka, semua orang memiliki kawasan laut, semua perahu boleh melintasi laut di
wilayah Kelurahan Bahari.
Pengembangan Budaya Bahari
Untuk sekedar menyegarkan pemahaman, sekali lagi
diungkapkan bahwa kebudayaan tidak lain dari dunia kehidupan manusia itu
sendiri. Kebudayaan atau dunia kehidupan manusia tersebut sekurang-kurangnya
meliputi tujuh unsur umum (cultural universal), yakni pengetahuan
(cognitive/ideational/mental material), bahasa, organisasi sosial, ekonomi,
teknologi, kesenian, religi dan kepercayaan. Setiap unsur kebudayaan terdiri
dari tiga tingkatan wujud/rupa, yakni sistem budaya (gagasan, pengetahuan,
nilai, keyakinan, norma, moral, perasaan, intuisi, dan lain-lain), sistem
sosial (tindakan dan kehidupan kolektif), dan sistem alat peralatan/teknologi.
Sudah dijelaskan pula bahwa sistem budaya (terkristalisasi menjadi sistem nilai
budaya) merupakan pedoman/acuan (preference/dominant) bagi sistem sosial dan
sistem alat peralatan, sebaliknya sistem alat peralatan dan sistem sosial
menjadi prasyarat/penentu (determinant) terhadap sistem budaya.Adapun sistem
sosial sendiri merupakan wadah bagi pengamalan sistem nilai budaya dan
penerapan sistem alat peralatan/teknologi.
Dari gambaran dan ilustrasi unsur-unsur budaya nelayan
dan pelayar disajian sebelumnya, dapat diramu dan diseleksi berbagai unsur
nilai budaya bahari yang dianggap potensial untuk direvitalisasi dan
dikembangkan ke depan sebagai landasan bagi pembangunan budaya bahari di
Indonesia pada segala unsur atau aspeknya. Unsur-unsur nilai dan norma budaya
positif yang mengakar dalam berbagai kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai
suku bangsa (ethnic groups) seperti di bawah ini:
a. Komunalisme
b. Arif
lingkungan
c. Religius
d. Berkehidupan
bersama/kolektivitas
e. Egalitarian
f. Rukun
dan setia kawan dalam kelompoknya
g. Saling
mempercayai
h. Patuh/taat
norma
i. Bertanggung
jawab
j. Disiplin
k. Kreatif-inovatif
l. Teguh
pendirian
m. Kepetualangan
n. Berani
menanggung risiko
o. Adaptif
dan kompetitif
p. Berwawasan
kelautan dan kepulauan
q. Multikulturalis
r. Nasionalis
s. Berpandangan
dunia/keterbukaan
Tentang
nilai-nilai budaya bahari tersebut, tidak diasumsikan dianut dan diaplikasikan
oleh kelompok atau komunitas masyarakat nelayan pada umumnya dan berlaku pada
semua periode waktu atau masa.
Sistem
nilai budaya, sikap kolektivitas, dan perilaku budaya kebaharian tersebut
tumbuh berkembang sebagai reproduksi dari pengalaman berinteraksi dengan laut,
pekerjaan berat dan rumit, ancaman bahaya dan ketidakmenentuan, lingkungan
sosial budaya masyarakat pengguna sumberdaya dan jasa laut yang lain,
pemerintah, pasar, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang mengakar dalam
masyarakat bahari ini perlu diimput dengan rekayasa nilai-nilai integratif,
asimilatif, futuralistik, dan adaptif (input values) yang terkandung dalam visi
Universitas Hasanuddin (“Unhas sebagai pusat pengembangan budaya bahari”) yang akan
menjelmakan nilai-nilai budaya bahri yang holistik, interkonektif, dan mandiri
(output values) untuk menjadi acuan sekaligus tujuan pengembangan budaya bahari
di masa depan.
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim
sebagai program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom
up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan
program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur
masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat. Memberdayakan masyarakat pesisir berarti
menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya,
merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan
kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan
masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat
lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan
masayarakat diantaranya:
1. Masyarakat
nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian
utamanya adalah menangkap ikan dilaut.
Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap
modern dan nelayan tangkap tradisional.
Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang
digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
2. Masyarakat
nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja
disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil
tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang
yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar
lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul
ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
3. Masayarakat
nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai
dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari
kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki
modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja
sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan
yang minim.
4. Masyarakat
nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan
buruh.
Kemaritiman dari Segi
Nilai Ekonomi
Ekonomi tercatat sebagai salah satu
fungsi vital maritim yaitu sebagai deposit sumber daya alam. Baik yang ada di
permukaan laut itu sendiri maupun di dasar samudera, karena berisi kandungan
sumber daya alam yang memberikan jaminan terhadap kelangsungan hidup bangsa
Indonesia dari abad ke abad. Bila deposit ini tidak terpelihara dan terjamin
pelaksanaan fungsinya, maka kelangsungan hidup rakyat dan eksistensi Negara
Kepulauan Republik Indonesia bisa terancam.
Posisi geografis yang sangat
strategis ini masa depan menjadi lebih penting. Dilihat dari segi ekonomi
global, karena ekonomi dunia/global telah bergeser dari Eropa/Amerika menuju ke
Asia dan pusat-pusat perekonomian dunia yang ada di Jepang, Korea, Taiwan,
Cina, India, Rusia, yang kesemuanya itu dicapai oleh pedagang-pedagang dari
Eropa maupun Amerika lewat laut tidak bisa tidak harus melewati tanah air kita,
dan begitu juga sebaliknya. Kalau Indonesia bisa membangun negara maritim yang
besar dan kuat, apalagi makmur, maka peluang-peluang yang besar ini bisa
dimanfaatkan paling tidak menjadi polisi dunia bagi kapal-kapal yang lewat
disini.
Di antara banyak bidang yang
menopang perekonomian Indonesia, bidang maritim merupakan bidang yang paling
menjanjikan untuk terus mendorong pereknomian Indonesia. Lautan Indonesia
memiliki potensi perikanan, bahan mineral atau tambang, hingga potensi sistem
transportasi laut yang semuanya merupakan industri makro yang tentu saja akan
menyerap banyak tenaga kerja.
A.
Potensi
Kemaritiman Sebagai Penunjang Perekonomian Indonesia
Indonesia yang disebut sebagai
negara maritim, tentu saja memiliki banyak potensi baik itu sebagai penunjang
maupun penyedia fasilitas yang sangat membantu perekonomian. Potensi sumberdaya
maritim yang cukup besar ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Potensi
nilai ekonomi kelautan dari bidang-bidang maritim utama sangat besar. Dari
perikanan, termasuk perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan sebesar US$ 47
milyar per tahun. Sedangkan dari pariwisata bahari mencapai US$ 29 milyar per
tahun.
Dari energi terbarukan sebesar US$
80 milyar per tahun yang terdiri dari energi arus laut, pasang surut,
gelombang, biofuel alga, panas laut. Sementara biofarmasetika laut sebesar US$
330 milyar per tahun.
Sedangkan dari sektor transportasi
laut ada potensi US$ 90 milyar per tahun. Sementara minyak bumi dan gas off
shore senilai US$68 milyar, sebanyak 70% dari produksi minyak dan gas bumi
berasal dari pesisir dengan 40 dari 60 cekungan potensial mengandung migas
terdapat di lepas pantai, 14 di pesisir, dan hanya enam di daratan. Adapun
beberapa potensi tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Letak
Geografis Indonesia
Posisi Indonesia berada pada daerah
tropis tepatnya dalam posisi silang antara dua buah benua yaitu benua Asia dan
benua Australia. Selain itu juga diapit oleh dua buah samudera yaitu samudera
Pasifik dan samudera Hindia. Hal ini berkaitan dengan hal transportasi. Dimana
letak Indonesia berada di silang jalur perdagangan dunia, maka sudah hampir
pasti seluruh kapal dari berbagai dunia akan melewati Indonesia. Dengan draft
revisi UU no. 17 tahun 2008 mengenai pelayaran, maka industri pelayaran
Indonesia akan lebih menjanjikan untuk berkembang. Dengan peraturan yang
mengharuskan seluruh kapal yang melalui perairan Indonesia harus berbendera
Indonesia tentu saja memberikan efek domino yang luar biasa bagi bangsa ini.
Industri perkapalan Indonesia tentu akan berkembang dengan pesat. Karena mau
tidak mau semua kapal harus dibuat di Indonesia, diklasifikasi oleh Biro
Klasifikasi Indonesia, bahkan seluruh awaknya harus menggunakan orang
Indonesia. Perubahan peraturan ini tentu akan menghidupkan kembali industri pelayaran
yang sempat mati suri.
2.
Luas
Wilayah Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia. Luas wilayah Indonesia yang ditambah dengan jalur laut 12
mil yaitu 5,8 juta km² terdiri
dari daratan 1,9 juta km² dan luas
wilayah laut 3,1 juta km².
3.
Panjang
Garis Pantai dan Jumlah Pulau
Indonesia memiliki garis pantai
terpanjang kedua di dunia setelah Canada. Dengan panjang garis pantai 95.181
km. Wilayah Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau dari jumlah tersebut baru
6000 pulau yang mempunyai nama. Dari luas tersebut, Indonesia memiliki 13 pulau
atau sekitar 97% pulau-pulau besar, seperti Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya,
Sumatera, Flores, Bali, dan Lombok.
4.
Distribusi
dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Kemaritiman
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia
sebagai salah satu sumber daya alamnya yang telah dimanfaatkan oleh bangsa
Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama. Kekayaan hidrokarbon
dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk
menunjang pembangunan ekonomi nasional. Selain menyediakan berbagai sumberdaya
tersebut, wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai fungsi lain
seperti transportasi dan pelabuhan wawasan industri, agribisnis, dan
agriindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman.
Sumberdaya pesisir dan lautan
(sumberdaya kemaritiman Indonesia) yang
tersebar di seluruh wilayah nusantara mulai dari wilayah laut teritorial, laut
nusantara, maupun pada wilayah laut yang termasuk dalam zona ekonomi eksklusif.
Pada daerah ini telah dideteksi dan ditentukan melalui pemetaan potensi
sumberdaya kelautan dan perikanan.
5.
Kekayaan
Lautan dan Perikanan
Dari sektor kekayaan lautan,
Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa melimpahnya. Selama ini perhatian
pemerintah masih sangat kurang terhadap pengembangan ekonomi dalam hal kekayaan
kelautan dan perikanan. Alokasi dananya saja hanya 3 milyar per tahun. Dengan
alokasi dana yang sangat sedikit tersebut, potensi kekayaan laut sangat sulit
dikembangkan. Potensi kekayaan laut Indonesia sendiri diperkirakan mencapai USD
100 milyar. Namun hingga kini belum sampai 10% dinikmati oleh bangsa sendiri.
Pada bidang perikanan saja, telah
menyumbangkan hingga 3% dari PDB hingga kini. Jumlah ini akan terus meningkat
hingga ke depannya. Bahkan jumlah tersebut merupakan penyumbang devisa terbesar
bagi negara.Dalam perikanan sendiri juga diperlukan industri olahan yang akan
menambah nilai dari ikan yang di dapat dari lautan. Dengan industri olahan yang
mandiri maka perkembangan ekonomi di bidang perikanan akan semakin berkembang
pesat. Jumlah tenaga kerja yang diserap juga akan semakin besar sehingga
menekan angka pengangguran dan kemiskinan tentunya.
6.
Bidang
Energi
Berdasarkan data geologi, diketahui
bahwa Indonesia memiliki 60 cekungan potensi kandungan minyak dan gas bumi
dimana 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 cekungan berada di daerah
transisi daratan dan lautan (pesisir) dan hanya 6 cekungan yang berada di
daratan. Dari ke-60 cekungan diperkirakan dapat dihasilkan 84,48 milyar barel
minyak, namun baru 9,8 milyar barel saja yang sudah diketahui dengan pasti.
Sedangkan sisanya 74,68 milyar barel masih berupa kekayaan yang belum
dimanfaatkan. Di kawasan ambalat yang luas bloknya mencapai 15.235 kilometer
persegi memiliki kekayaan minyak senilai 4.200 trilyun rupiah. Jumlahnya
mencapai 3 kali lipat dari jumlah hutang Indonesia. Inilah kekayaan materi yang
dapat dihasilkan bangsa ini dari kawasan lautnya yang mencapai 5,8 juta km
persegi. Ini masih berupa kekayaan dalam bentuk migas saja.
B.
Kendala
Perekonomian Maritim
Hambatan yang terbesar saat ini adalah mind set bangsa. Mind set bangsa kita
termasuk para penentu kebijakan masih menggunakan stigma Indonesia sebagai
negara agraris dan menafikkan peranan laut, kalaupun ada masih bersifat
sporadis.
Patut disayangkan kemaritiman masih
disampingkan oleh pemerintah. Paradigma pertanian dan paradigma Indonesia
sebagai negeri daratan yang ditanamkan oleh era orde baru selama 32 tahun masih
menancap di masyarakat hingga kini. Sehingga masyarakat masih belum banyak
mengerti akan kekayaan lautan Indonesia. Perubahan paradigma secara menyeluruh
ini menjadi kunci untuk membuka mata seluruh maksyarakat jika Indonesia sebagai
negara maritim bukanlah hanya sebuah slogan melainkan sebuah kenyataan yang
harus dimanfaatkan dengan bijak demi kesejahteraan seluruh bangsa ini
C.
Sumberdaya
Perekonomian Maritim
1.
Potensi
Daya Perikanan Laut
Potensi
sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumberdaya perikanan
palagis besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun).
Sumberdaya perikanan 3.163.630 ton/tahun, udang 100.720 ton/tahun. Ikan karang
80.082 ton/tahun, dan cumi-cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara
nasional potensi lestari ikan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat
pemanfaatan mencapai 48% (Dirjen Perikanan 1995).
2.
Hutan
Mangrove
Merupakan
ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir, fungsi dan
peran hutan mangrove, yaitu :
a.
Menyusun
mekanisme antara komponen mangrove dengan ekosistem lain pelindung pantai, dan
pengendali banjir
b.
Penyerap
bahan pencemar, sumber energi bagi biota laut
c.
Menjaga
kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati di perairan
d.
Sebagai
sumber kayu kelas satu, bahan kertas dan arang.
3.
Padang
Lamun dan Rumput Laut
Padang Lamun
mempunyai fungsi :
a. Meredam ombak dan melindungi pantai
b.
Daerah
asuhan larva
c.
Tempat
makan
d.
Rumah
tempat tinggal biota laut
e.
Wisata
bahari
4.
Terumbu
Karang
Peran
terumbu karang, yaitu :
a.
Pelindung
pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut
b.
Sebagai
habitat tempat mencari makan
5.
Bahan
Tambang dan Mineral
Bahan
tambang dan mineral yang terdapat di laut Indonesia yaitu bahan bangunan, serta
pasir.
6.
Jasa-jasa
Lingkungan
Jasa-jasa
lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai
tempat rekreasi dan pariwisata.
Konsep Negara Maritim dan Ketahanan
Nasional
Pemahaman Negara Maritim. Diawali dengan Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957, yang kemudian
ditindak lanjuti dengan adanya konsep
wawasan nusantara, UU No 4/60 tentang Perairan dan UNCLOS 1982. Isi Deklarasi
"Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan
Republik Indonesia, dengan tidak
memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah
daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian
daripada perairan pedalaman atau
perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas
laut 12 mil yang diukur dari garis-
garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara
Republik Indonesia akan ditentukan
dengan Undang-Undang". Pada tanggal 18 Desember 1996 di Makassar
dicanangkan Deklarasi Negara Maritim Indonesia, dengan tindak lanjut Konsep Pembangunan Negara
Maritim Indonesia, Dewan Kelautan Nasional. Substansinya adalah menyebut Negara
Kesatuan RI beserta perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, ZEE, dan
landas kontinennya sebagai Negara Maritim Indonesia.
Perkembangan Wawasan dan Pembangunan
Kelautan. Pada tanggal 26 September 1998
kembali dicanangkan Deklarasi Bunaken dengan tidak lanjut The Ocean Charter. Isi Deklarasi : Mulai saat
ini visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi
laut. Semua jajaran pemerintah dan
masyarakat hendaknya juga memberikan perhatian untuk pengembangan,
pemanfaatan, dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia. Visi Kelautan
terus berkembang hingga era reformasi
dengan Pembangunan Maritim Indonesia (1998-2004) mencakup aspek : Perikanan,
Pehubungan laut, Industri Maritim,
Pertambangan dan Energi, Wisata Bahari, Pembangunan SDM, IPTEK dan
Kelembagaan Maritim. Berdirinya Kabinet Gotong Royong dan Kabinet Persatuan
(1999-2004) dengan tindak lanjut dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut yang
akhirnya menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan. Beberapa waktu yang lalu telah dilaksanakan World Ocean Conference 2009 di Menado yang juga telah menunjukan peran dan wawasan kelautan bangsa
Indonesia kepada dunia Internasional.
Pengembangan Negara Maritim. Gagasan Negara Maritim Indonesia sebagai aktualisasi
wawasan nusantara untuk memberi gerak pada pola pikir, pola sikap dan pola
tindak bangsa Indonesia secara bulat dalam aktualisasi wawasan nusantara. Pengembangan konsepsi negara
maritim Indoensia sejalan dengan upaya
peningkatan kemampuan bangsa kita menjadi bangsa yang modern dan mandiri dalam teknologi kelautan
dan kedirgantaraan bagikesejahteraan bangsa dan negara. Bumi maritim Indonesia
adalah bagian dari sistem planet bumi yang merupakan satu kesatuan alami antara
darat dan laut di atasnya tertata secara
unik, menampilkan ciri-ciri negara dengan karakteristik sendiri yang menjadi wilayah yurisdiksi
Negara Republik Indonesia.
Pengembangan negara maritim Indonesia
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
karena dalam prikehidupan kebangsaan Indonesia Pancasila pada hakekatnya disusun secara serasi dan seimbang
untuk mewadahi seluruh aspirasi bangsa
Indonesia. Landasan konsepsionalnya adalah wawasan nusantara dan ketahanan
nasonal. Pada hakekatnya negara maritim
Indonesia merupakan pengembangan dari
konsepsi ketahahan nasional, maka konsepsi negara maritim Indonesia perlu dijadikan pedoman dan
rangsangan serta dorongan bagi bangsa kita dan upaya pemanfaatan dan
pendayagunaan secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan.
Hubungan antara aspek Pertahanan dengan
Pembangunan Sumber Daya Maritim
Pembinaan wilayah untuk menciptakan
ketahanan nasional yang maksimal dan
efektif, untuk mewujudkan kesejahteraan, ketenteraman dan keamanan bagi bangsa
Indonesia. Laut yang melingkupi dan memangku kepulauan nusantara merupakan satu keutuhan wilayah nasional Indonesia,
sekaligus sebagai faktor penentu
terwujudnya kesatuan politik, ekonomi, sosial dan budaya bangsa dalam kesatuan pertahanan dan akhirnya
juga kesatuan pengamanan yang mantap. Sebagai
Negara kepulauan terbesar di dunia, kemampuan
pertahanan nasional di wilayah laut dan udara tentunya harus menjadi perhatian yang serius untuk
ditingkatkan, terutama kemampuan mobiltas nasional dengan transportasi (darat,
laut dan udara) dan logistik terpadu dalam pangkalan dan pertahanan di laut
wilayah (teritorial sea), hingga ke laut lepas.
Pemanfaatan Data dan Informasi Sumber
Daya Pesisir dan Kelautan dalam Aspek
Sistem Pertahanan Laut. Dalam rangka Sistem Pertahanan Laut, data dan Informasi
kelautan diperlukan untuk menunjang fungsi-fungsi pertahanan di wilayah laut.
Fungsi- fungsi tersebut adalah sebagai fungsi
Intelejen Maritim dan fungsi Pengamatan dan penelitian laut. Kebijakan dan
Strategi Pembangunan Wilayah Maritim untuk
Mencapai Ketahanan Nasional. Dalam kaitannya dengan pembangunan sumber daya laut, pemerintah dan
bangsa Indonesia membuat satu kebijakan yang strategis dan antisipatif yaitu
dengan menjadikan matra laut sebagai sektor tersendiri. Kebijakan ini
perlu ditindak lanjuti dengan penepatan
kebijakan dan strategipembangunan yang mantap dan berkesinambungan untuk
mencapai ketahanan nasional, argument ini paling tidak didasarkan pada dua
alasan pokok.
1. Pembangunan wilayah maritim adalah
pembangunan seluruh wilayah perairan
Indonesia dengan segenap sumber daya
alam terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Alasan ini
membawa implikasi bahwa kebijakan dan
strategi ketahanan nasional yang diterapkan
harus bersifap menyeluruh (holistik) dan terpadu antara sumber daya alam
dan sumber daya manusianya.
2. dengan diterapkannya kebijakan dan
strategi pembangunan wilayah maritim
yang mantap dan berkesinambungan, maka
semakin terbukti bahwa Negara mampu
mencapai ketahanan nasional secara mandiri untuk mengelola sumber daya alamnya dengan baik
sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.
TRANSPORTASI
MARITIM DI INDONESIA
Usaha
jasa angkutan memiliki beberapa bidang usaha penunjang, yaitu kegiatan usaha
yang menunjang kelancaran proses kegiatan angkutan, seperti diuraikan di bawah
:
a.
Usaha
bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan pemuatan barang dan
atau hewan dari dan ke kapal.
b.
Usaha
jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), yaitu kegiatan usaha untuk
pengiriman dan penerimaan barang dan hewan melalui angkutan darat, laut, udara.
c.
Usaha
ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan dokumen dan
pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan muatan yang diangkut
melalui laut.
d.
Usaha
angkutan di perairan pelabuhan, yaitu kegiatan usaha pemindahan penumpang dan
atau barang dan atau hewan dari dermaga ke kapal atau sebaliknya dan dari kapal
ke kapal, di perairan pelabuhan.
e.
Usaha
penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan usaha
penyediaan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan atau alat apung
untuk pelayanan kapal.
f.
Usaha
tally, yaitu
kegiatan usaha penghitungan, pengukuran, penimbangan dan pencatatan muatan
untuk kepentingan pemilik muatan dan pengangkut.
g.
Usaha
depo peti kemas, yaitu kegiatan usaha penyimpanan, penumpukan, pembersihan,
perbaikan, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengurusan peti kemas.
Kronologi
Ringkas Kebijakan Transportasi Maritim Indonesia
Pada tahun 1985 diterbitkan Instruksi
Presiden Nomor 4 yang bertujuan meningkatkan ekspor nonmigas dan menekan biaya
pelayaran dan pelabuhan.Pelabuhan yang melayani perdagangan luar negeri
ditingkatkan jumlahnya secara drastis, dari hanya 4 menjadi 127.Untuk
pertamakalinya pengusaha pelayaran Indonesia harus berhadapan dengan pesaing
seperti feeder operator yang
mampu menawarkan biaya lebih rendah.Liberasi berlanjut pada tahun 1988 ketika
pemerintah melonggarkan proteksi pasar domestik.Sejak itu, pendirian perusahaan
pelayaran tidak lagi disyaratkan memiliki kapal berbendera Indonesia. Jenis
ijin pelayaran dipangkas, dari lima menjadi hanya dua. Perusahaan pelayaran
memiliki fleksibilitas lebih besar dalam rute pelayaran dan penggunaan kapal
(bahkan penggunaan kapal berbendera asing untuk pelayaran domestik).Secara de facto, prinsip cabotage tidak lagi
diberlakukan.
Pada tahun itu pula diberlakukan
keharusan men-scrap kapal
tua dan pengadaan kapal dari galangan dalam negeri. Undang-Undang Pelayaran
Nomor 21 Tahun 1992, semakin memperkuat pelonggaran perlindungan tersebut.
Berdasarkan UU21/92 perusahaan asing dapat melakukan usaha patungan dengan
perusahaan pelayaran nasional untuk pelayaran domestik. Melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999, Pemerintah berupaya mengubah kebijakan yang
terlalu longgar, dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut:
a. Perusahaan pelayaran
nasional Indonesia harus memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia,
berukuran 175 GT.
b. Kapal berbendera asing
diperbolehkan beroperasi pada pelayaran domestik hanya dalam jangka waktu
terbatas (3 bulan).
c. Agen perusahaan pelayaran
asing kapal harus memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran
5,000 GT.
d. Di dalam perusahaan
patungan, perusahaan nasional harus memiliki minimal satu kapal berbendera
Indonesia, berukuran 5,000 GT (berlipat dua dari syarat deregulasi 1988 yang
2,500). Pengusaha agen kapal asing memprotes keras, sehingga pemberlakuan
ketentuan ini diundur hingga Oktober 2003.
e. Jaringan pelayaran domestik
dibagi menjadi 3 jenis trayek, yaitu utama (main route), pengumpan (feeder
route) dan perintis (pioneer route). Jenis ijin operasi pelayaran dibagi
menurut jenis trayek tersebut dan jenis muatan (penumpang, kargo umum, dan
kontener).
Rangkaian regulasi dan deregulasi
tersebut di atas menjadi salah satu faktor terhadap kondisi dan masalah yang
dihadapi sektor transportasi maritim Indonesia, dari waktu ke waktu.
Profil
Armada Transportasi Maritim Di Indonesia
Dari sisi besaran DWT, kapasitas kapal
konvensional dan tanker mendominasi armada pelayaran yang uzur (umur rata-rata
kapal Indonesia 21 tahun, 2001, bandingkan dengan Malaysia yang 16 tahun, 2000,
atau Singapura yang 11 tahun, 2000). Meskipun demikian, justru pada kapasitas
muatan dry-bulk dan
liquid-bulk pangsa
pasar domestik armada nasional paling kecil.Pada umumnya, kapal Indonesia
mengangkut kargo umum, tapi sekitar setengah muatan dry-bulk dan liquid-bulk diangkut oleh kapal asing atau
kapal sewa berbendera asing.Secara keseluruhan armada nasional meraup 50%
pangsa pasar domestik.Sekitar 80% liquid-bulk
berasal dari P.T. Pertamina. Penumpang angkutan laut bukan feri
terutama dilayani oleh PT Pelni yang mengoperasikan 29 kapal (dalam lima tahun
terakhir, PT Pelni menambah 10 kapal). Perusahaan swasta juga membesarkan
armada dari 430 (1997) menjadi 521 unit (2001).
Armada Pelayaran Rakyat, yang terdiri
dari kapal kayu (misalnya jenis Phinisi, seperti yang banyak berlabuh di
pelabuhan Sunda Kelapa) membentuk mekanisme industri transportasi laut yang
unik. Kapal-kapal yang berukuran relatif kecil (tapi sangat banyak) melayani
pasar yang tidak diakses oleh kapal berukuran besar, baik karena alasan
finansial (kurang menguntungkan) atau fisik (pelabuhan dangkal).Industri
pelayaran rakyat berperan sangat penting dalam distribusi barang ke dan dari
pelosok Indonesia. Armada pelayaran rakyat mengangkut 1.6 juta penumpang
(sekitar 8% penumpang bukan feri) dan 7.3 juta MetricTon barang (sekitar 16%
kargo umum). Tapi kekuatan armada ini cenderung melemah, terlihat dari
kapasitas 397,000 GRT pada tahun 1997 menjadi 306,000 GRT pada tahun 2001.
(Sumber data: Stramindo, berdasarkan statistik DitJenHubLa).
Masalah
Transportasi Maritim Di Indonesia
Dalam periode 5 tahun (19962000)
jumlah perusahaan pelayaran di Indonesia meningkat, dari 1,156 menjadi 1,724
buah, atau bertambah 568 perusahaan (peningkatan rata-rata 10.5 % p.a).
Sementara kekuatan armada pelayaran nasional membesar, dari 6,156 menjadi 9,195
unit (peningkatan rata-rata 11.3 % p.a).Tapi dari segi kapasitas daya angkut
hanya naik sedikit, yaitu dari 6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT. Berarti
kapasitas rata-rata perusahaan pelayaran nasional menurun. Sepanjang periode
tersebut, volume perdagangan laut tumbuh 3 % p.a. Volume angkutan naik dari 379,776,945
ton (1996) menjadi 417,287,411 ton (2000), atau meningkat sebesar 51,653,131
ton dalam waktu lima tahun, tapi tak semua pertumbuhan itu dapat dipenuhi oleh
kapasitas perusahaan pelayaran nasional (kapal berbendera Indonesia), bahkan
untuk pelayaran domestik (antar pelabuhan di Indonesia). Pada tahun 2000,
jumlah kapal asing yang mencapai 1,777 unit dengan kapasitas 5,122,307 DWT
meraup muatan domestik sebesar 17 juta ton atau sekitar 31%.
Saat ini industri pelayaran Indonesia
sangat buruk.Perusahaan pelayaran nasional kalah bersaing di pasar pelayaran
nasional dan internasional, karena kelemahan di semua aspek, seperti ukuran,
umur, teknologi, dan kecepatan kapal.Di bidang muatan internasional
(ekspor/impor) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3 % to 5%,
dengan kecenderungan menurun (lihat Tabel di bawah).Proporsi ini sangat tidak
seimbang dan tidak sehat bagi pertumbuhan kekuatan armada pelayaran nasional.
Data tahun 2002 menunjukkan bahwa
pelayaran armada nasional Indonesia semakin terpuruk di pasar muatan
domestik.Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya 50% (2000:
69%).Sementara untuk muatan internasional tetap di kisaran 5%. Dari sisi
finansial, Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4
milyar, hanya dari transportasi laut untuk muatan ekspor/impor saja. Alih-alih
memperoleh manfaat dari penerapan prinsip cabotage
(yang tidak ketat) industri pelayaran nasional Indonesia malah
sangat bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia
menghadapi banyak masalah, seperti: banyak kapal, terutama jenis konvensional,
menganggur karena waktu tunggu kargo yang berkepanjangan; terjadi kelebihan
kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat
cukup banyak kapal, tapi hanya sedikit yang mampu memberikan pelayanan
memuaskan; tingkat produktivitas armada dry
cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/DWT atau sekitar 39.7%
dibandingkan armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles/DWT.
Pada tahun 2001 perusahaan pelayaran di
Indonesia mencapai jumlah 3,078, atau berlipat 3.3 kali dari jumlah tahun 1998.
Tapi dalam periode yang sama, jumlah perusahaan yang memiliki kapal sendiri
hanya berlipat 1.3 kali. Perusahaan pemilik kapal yang menjadi anggota INSA
(Indonesia National Shipowner Association) pada tahun 2001 tercatat 914. Dari
jumlah tersebut 82% diantaranya adalah perusahaan yang mengoperasikan kurang
dari 3 buah kapal, dan hanya 4% yang mengoperasikan lebih dari 10 kapal. Hanya
sekitar 80% anggota INSA yang mengoperasikan kapal milik sendiri, sisanya
mengoperasikan kapal sewaan.
Situasi pelayaran nasional sangat
pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi bersamaan dengan
kelebihan kapasitas armada domestik.Situasi bagai lingkaran tak berujung itu
disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif.Banyak
perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh
pinjaman dari pasar uang domestik. Dan di sisi lain lebih mudah memperoleh
pinjaman dari sumber-sumber luar negeri. Beberapa perusahaan besar cenderung
mendaftarkan kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan
menengah tidak mampu melakukannya, sehingga tak ada alternatif kecuali
menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan scrappy.Akibatnya terjadi ketergantungan yang
semakin besar pada kapal sewa asing dan pemerosotan produktivitas armada.
Masalah
Investasi Transportasi Maritim
Di Indonesia terdapat dua kelompok
besar penyelenggara transportasi maritim, yaitu oleh Pemerintah (termasuk BUMN)
dan swasta.Masing-masing kelompok terbagi dua.Di pihak Pemerintah terbagi
menjadi BUMN pelayaran yang menyelenggarakan transportasi umum dan BUMN
non-pelayaran yang hanya menyelenggarakan pelayaran khusus untuk melayani
kepentingan sendiri.Pihak swasta terbagi menjadi perusahaan besar dan
perusahaan kecil (termasuk pelayaran rakyat). Ragam mekanisme penyaluran dana
investasi pengadaan kapal ternyata sejalan dengan pembagian tersebut.
Masing-masing pihak di tiap-tiap kelompok memiliki mekanisme pembiayaan
tersendiri
Hambatan
dalam Pendanaan Kapal
Dunia
pelayaran Indonesia menghadapi banyak hambatan struktural dan sistematis di
bidang finansial, seperti dipaparkan di bawah.
·
Keterbatasan
lingkup dan skala sumber dana: Official
Development Assitance (ODA): terkonsentrasi untuk investasi publik
di berbagai sektor pembangunan, kecuali pelayaran. Other Official Finance (OOF): kredit ekspor
dari Jepang sedang terjadwal-ulang. Foreign
Direct Investment (FDI): sejauh ini tidak ada Anggaran Pemerintah:
hanya dialokasikan untuk pengadaan kapal pelayaran perintis. Pinjaman Bank
Asing: tersedia hanya untuk perusahaan pelayaran besar (credit worthy) Pinjaman
Bank Swasta Nasional: hanya disediakan dalam jumlah sangat kecil (dalam kasus
Bank Mandiri hanya 0.25% dari jumlah total kredit tersalur)
·
Tingkat
suku bunga pinjaman domestik 15-17% p.a. untuk jangka waktu pinjaman 5 tahun.
·
Jangka
waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri pelayaran;
·
Saat
ini, kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.
·
Tidak
ada program kredit untuk kapal feeder
termasuk pelayaran rakyat, kecuali pinjaman jangka pendek berjumlah
sangat kecil dari bank nasional. Program kredit lunak untuk pelayaran rakyat
akan dihentikan, program untuk dok dan galangan kapal sudah dihapus.
·
Tidak
ada kebijakan pendukung.
·
Prosedur
peminjaman (appraisal, penyaluran, angsuran) kurang ringkas.
Masa
Depan Transportasi Maritim
Proyeksi
dalam Study on the
Development of Domestic Sea Transportation and Maritime Industry in the
Republic of Indonesia (Stramindo) – JICA (2003) Gambaran suram
tentang transportasi maritim Indonesia bagai mendung yang menutupi matahari.
Potensi yang ada sangat besar, sehingga masa depan sebenarnya bisa lebih cerah.
Terlihat dari hasil kajian Stramindo yang memproyeksikan pembangunan
transportasi maritim Indonesia untuk 20 tahun ke depan (2004-2024).
Stramindo
memprediksi bahwa dalam periode 20 tahun ke depan (20042024), volume dry cargo akan berlipat
2.8 kali, volume liquid
cargo berlipat 1.4 kali, dan secara keseluruhan volume angkutan
domestik akan berlipat 2 kali. Jenis muatan yang paling pesat pertumbuhannya
adalah kargo kontener. Volumenya akan berlipat 5.2 kali, dari 11 juta ton
(2004) menjadi 59 juta ton (2024). Pertumbuhan dry cargo sejalan dengan kecenderungan
pertumbuhan ekonomi, dan tidak terlalu bergantung pada ketersediaan sumberdaya
alam. Tingkat produksi minyak saat ini akan terhenti pada tahun 2006, seperti
diperkirakan oleh Pemerintah. Di masa 20 tahun ke depan, volume angkutan minyak
akan menurun, sekalipun konsumsi bertambah. Struktur logistik minyak akan
berubah, sebagian volume domestik minyak mentah akan diganti dengan impor
minyak.
Sebagai
akibatnya, pertumbuhan volume angkutan liquid-cargo
(yang didominasi minyak) tidak sepesat dry-cargo. Pertumbuhan volume penumpang
(transportasi maritim maupun udara) akan sejalan dengan pertumbuhan GDP. Tapi
GDP yang semakin tinggi hanya berpengaruh positif terhadap transportasi udara,
dan berpengaruh negatif terhadap transportasi laut. Karena itu diprediksi
proporsi laut-udara akan berubah dari 60-40 (2001) menjadi 51-49 (2024) dengan
tingkat pertumbuhan rendah 1.5 kali lipat. Proyeksi pertumbuhan volume muatan
barang dan penumpang domestik yang menggunakan transportasi maritime.
Disamping
itu, Stramindo mengasumsikan pembesaran pangsa dari 60% (2001) menjadi 86%
(2014) dan 100% (2024). Target pangsa pasar armada domestik ini bisa dicapai
melalui kebijakan penerapan bertahap asas cabotage,
dengan tujuan membentuk armada yang berdayasaing tinggi.Berdasarkan data tahun
2001, kapasitas armada nasional adalah 7.1 juta DWT/GT dengan umur rata-rata 21
tahun. Pada akhir dasawarsa pertama, tahun 2014, kekuatan armada nasional untuk
pelayaran domestik bisa mencapai 86% besaran proyeksi akhir, dengan penambahan
kapasitas 3.4 juta DWT. Hal ini hanya bisa dicapai dengan penerapan cabotage pada 7 komoditi
terpilih (minyak bumi, minyak sawit, batubara, pupuk, kayu, beras, dan karet).
Selain tetap mempertahankan cabotage
seperti yang ada sekarang, dan penggantian kapal tua.
Karena
keterbatasan anggaran pemerintah, JICA merekomendasikan agar Pemerintah
Indonesia mencari pinjaman sebesar Rp 2.8 trilyun dari Official Development Assistance (ODA)
melalui program pembangunan pelayaran antar-pulau (interinsuler), untuk
memenuhi 10% investasi domestik dalam periode 2005-2009. Melalui investasi
peremajaan dan modernisasi armada transportasi maritim, diperkirakan ekonomi
Indonesia akan menikmati multiplier-effect
senilai Rp 251.3 trilyun pada tahun 2024. Patut digarisbawahi,
bahwa selain beberapa asumsi dasar umum (misalnya pertumbuhan GDP), proyeksi
tersebut di atas disusun dengan mengandaikan keberhasilan pembenahan di
beberapa bidang.Pada dasarnya pembenahan tersebut bertujuan meningkatkan
produktivitas dan menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk industri
pelayaran. Proyeksi di atas akan berhenti hingga sebatas kertas, tanpa
pembenahan yang disarankan.
Kesimpulan
Benua
Maritim Indonesia adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia melawan segala pihak
yang tidak mau melihat bangsa Indonesia yang merdeka dan bersatu di Kepulauan
Nusantara yang merupakan satu keutuhan geografis.
Indonesia
sebagai negara maritim merupakan sebuah negara yang kaya akan sumber daya
khususnya laut. Dari segi nilai ekonomi tentu saja ini sangat menunjang baik
bagi perkembangan negara maupun masyarakatnya. Pengaruh ini cukup besar
mengingat perekonomian di Indonesia bukanlah sesuatu yang bisa dibilang
berhasil. Sedikit perhatian dari pemerintah mungkin dapat mengubah keadaan
ekonomi di Indonesia tentunya dengan memanfaatkan sumberdaya maritimnya. Namun
hal tersebut kurang diberdayakan, terkait masalah status Indonesia yang lebih
dikatakan negara agraris serta kondisi maritim Indonesia yang sangat kurang
perhatian dari pemerintah setempat.
Dalam industri
pelayaran, bahkan transportasi maritim yang merupakan salah satu bagiannya,
memiliki banyak aspek yang saling terkait.Karena itu, upaya peningkatan
daya-saing pada aspek yang relevan perlu dilakukan secara simultan.Berikut
dipaparkan beberapa aspek yang relevan. Pembenahan administrasi dan manajemen
pemerintahan di laut, termasuk keselamatan dan keamanan maritim serta
perlindungan laut.
Pembenahan
manajemen pelabuhan, untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas Pembangunan
prasarana dan sarana penunjang pelayaran Penetapan kebijakan pelayaran nasional
dan rencana strategis pembangunan perhubungan laut. Termasuk penerapan asas cabotage yang bertujuan
tidak sekedar sebagai pelindung industri pelayaran domestik, tetapi untuk
peningkatan daya-tawar dalam persaingan global yang sengit.
Potensi
maritim belum mendapatkan prioritas penanganan secara proporsional sehingga
berbagai kendala tak pernah dapat diatasi secara tuntas, terutama menyangkut
upaya memelihara langkah dan keterpaduan pembangunan. Pembangunan maritim
memerlukan sistem pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan.
Sumber :
Artikelbermanfaat.100.blogspot.com/2013/04/makalah-potensi-dan-sumberdaya.HTML?M=1
m.beritasatu.com/ekonomi/144599-mewujudkan-indonesia-sebagai-negara-maritim-yang-maju.html
bungnovan.wordpress.com/2013/01/09/maritim-potensi-ekonomi-masa-depan-indonesia/
Negara Maritim Dan Agraris = Sharing Informasi.htm
Peternak berDASI
stories MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA
MARITIM PEMBANGUNAN BENUA MARITIM
INDONESIA.htm
Transportasi Maritim _
e-Jurnal, Makalah, Berita, Paparan dan Diskusi Masalah Hukum 'Law Education'.htm
Kemaritiman Indonesia.http://sayidiman.suryohadiprojo.com/
Kendala Pengelolaan Kelautan.Http://wahyuan.wordpress.com
http://www.cmi.no/publications/file/ 3699-unpacking-the-concept-of-political-will-to.pdf(Oleh:
Amelia Rahmawaty, S. H. Int.)
Diakses pada tanggal 30 April
2014 (21.30) dan 1 Mei 2014(02.12)
Comments
Post a Comment